Kita baru saja merayakan hari anak nasional pada tanggal 23 Juli lalu, namun sayangnya kasus pada anak Indonesia semakin bertambah dari tahun ke tahun. Tidak ada angka statistik resmi untuk kasus bullying pada anak. Yang ada adalah 1000 Kasus Kekerasan pada Anak selama tahun 2016 yang dicatat KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia).
Ketua bidang Sosialisasi KPAI, Erlinda mengatakan, diantara 1000 kasus tersebut, ada 136 kasus kekerasan terhadap anak melalui medsos. Sedangkan untuk pelaku, kata Erlinda, hampir sebagian besar pelaku adalah orang terdekat korban. Misalnya saudara, kakek bahkan ayah kandung korban. Dan rata-rata dari golongan masyarakat ekonomi bawah.
Bullying harus diperangi. Bagaimanapun juga kita tidak dapat membiarkan generasi penerus kita menjadi penjahat-penjahat hak asasi manusia. Untuk mencegah hal ini, ada beberapa hal yang dapat dilakukan:
Dari Pihak Orangtua dan Keluarga
- Sedapat mungkin anak-anak mendapatkan lingkungan yang tepat sejak dini. Keluarga-keluarga seharusnya dapat menjadi tempat yang nyaman untuk anak-anak mengungkapkan pengalaman-pengalaman dan perasaan-perasaannya.
- Orangtua hendaknya mengevaluasi pola interaksi yang dimiliki selama ini dan menjadi model yang tepat dalam berinteraksi dengan orang lain. Berikan penguatan atau pujian pada perilaku pro sosial yang ditunjukkan oleh anak.
- Orangtua bukan hanya perlu menjadi teman tapi juga otoritas bagi anak. Otoritas orangtua memberikan perasaan nyaman pada anak karena anak belajar tentang baik dan buruk, benar dan salah, pantas dan tidak pantas. Jadi otoritas perlu dimiliki orangtua, bukan dalam arti mendisiplin anak secara keras tapi memberi kejelasan mengenai baik dan buruk. Hal ini penting karena bisa memberikan pembelajaran dan pengertian baik dan buruk pada anak. Kuncinya, disiplin dengan kasih sayang serta memahami apa yang terjadi pada anaknya.
- Dorong anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya melalui kegiatan-kegiatan. Orangtua tetap harus berkomunikasi dengan guru jika anak menunjukkan adanya masalah yang bersumber dari sekolah.
Dari Pihak Sekolah
- Membangun sebuah hubungan yang positif antara staf guru dan siswa serta membuat interaksi antara guru dan siswa yang positif.
- Melakukan konseling yang efektif untuk siswa yang melakukan bully dapat berakibatkan mengurangi kecaman.
- Memberikan dorongan yang efektif bagi korban termasuk perlindungan terhadap korban dari bully yang berulang-ulang.
- Memberdayakan saksi mata untuk menceritakan kepada orang dewasa, untuk mendukung korban dan menghindari perilaku yang tidak bisa diterima.
Dari Pihak Yang Terlibat Bullying:
- Jangan merespon. Para pelaku bullying selalu menunggu-nunggu reaksi korban. Untuk itu jangan terpancing untuk merespon aksi pelaku agar mereka tidak lantas merasa diperhatikan.
- Jangan membalas aksi pelaku. Membalas apa yang dilakukan pelaku hanya akan membuat Anda ikut menjadi pelaku dan makin menyuburkan aksi yang tak menyenangkan ini.
- Adukan pada orang yang dapat dipercaya. Jika anak-anak yang menjadi korban, mereka harus melapor pada orangtua, guru atau tenaga konseling di sekolah.
- Selalu berperilaku sopan. Perilaku buruk yang dilakukan seperti membicarakan orang lain, bergosip atau memfitnah, akan meningkatkan resiko seseorang menjadi korban bullying.
- Jika menjadi saksi mata, jadilah teman yang baik, jangan hanya diam. Ikut meneruskan pesan fitnah atau hanya diam dan tak berbuat apa-apa akan menyuburkan aksi bullying dan menyakiti perasaan korban. Suruh pelaku menghentikan aksinya atau jika pelaku tidak diketahui, bantu korban menenangkan diri dan laporkan kasus tersebut ke pihak berwenang.
Kasus bullying pada anak berkebutuhan khusus
“Anak berkebutuhan khusus, dalam konteks di sekolah apalagi sampai kuliah, memang rentan menjadi korban bullying. Karena dari fisiknya, kemampuannya, cara berjalan, cara bicara, biasanya ia memang berbeda dari anak-anak umumnya. Dan anak-anak lain di sekolah mudah menilai bahwa anak (berkebutuhan khusus) ini berbeda,” Fathya Artha Utami, psikolog anak dari TigaGenerasi, Untuk itu, menurut Fathya, diperlukan kerja sama dari pihak sekolah, orang tua, dan teman untuk mencegah perilaku bullying tersebut.
“Ketika pihak sekolah sudah siap dan mau menerima anak berkebutuhan khusus, berarti sekolah tersebut harusnya sudah bertanggung jawab terkait dengan sosialisasi mengenai siswanya yang memiliki kebutuhan khusus,” tambah Fathya. “Misalnya, sosialisasi tentang anak berkebutuhan khusus seperti apa yang diterima oleh institusi pendidikan tersebut. Kemudian media pembelajaran dan sistem pertemanannya. Khususnya anak autis, walaupun sudah cukup mandiri, tapi biasanya tetap membutuhkan buddy.”
Pada sistem perkuliahan di luar negeri, menurut Fathya, anak yang autis itu akan dikasih buddy. Jadi dipilih teman satu kelasnya yang akan terus mendampingi untuk membantu ia belajar, bersosialisasi, dan sebagainya. Kalau di Indonesia, saya pernah melihat hal ini di SD dan SMP. “Tapi di perkuliahan, saya belum tahu,” katanya.
Sedangkan peran dari orang tua, menurut Fathya, perlu memerhatikan beberapa faktor sebelum memutuskan anak dengan kebutuhan khusus ini untuk menempuh pendidikan di sekolah umum. Antara lain, apakah anak sudah cukup bisa mengikuti pelajaran dengan baik? Sudah cukup nyamankah? Serta memberikan pengarahan pada anak, kemungkinan yang dapat terjadi ketika ia di sekolah.
Selain itu, orang tua juga perlu mengajarkan anak, apabila menghadapi aksi perundungan, harus berani berteriak, kemudian lari ke tempat yang ramai. Meskipun kadang-kadang anak yang merasa takut dan terpojok, takut berteriak dan minta tolong.
Interaksi dan komunikasi yang sehat antara anak dan orang tua juga perlu dipupuk. Menurut Fathya, hal tersebut supaya sewaktu-waktu anak terkena bully atau terkena masalah apa pun, ia tidak takut bercerita dan terbuka kepada kedua orang tuanya untuk mencari dukungan.
Apabila Anda menemukan kasus bullying atau kekerasan pada anak, dapat menghubungi:
Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Jl. Teuku Umar No. 10 Gondangdia Menteng Jakarta Pusat DKI Jakarta, Indonesia
Telepon: (+62) 021-319 015 56
Fax: (+62) 021-390 0833
Email: info@kpai.go.id, humas@kpai.go.id
Web: www.kpai.go.id