Pemilu 2024 merupakan momen yang ditunggu oleh sebagian orang. Sebagian lainnya menganggap bahwa pemilu adalah pesta rakyat yang sudah “biasa”. Bagi generasi baby boomers dan generasi X, momen pemilu kali ini hanyalah pemilu yang kesekian. Mereka sudah mengalami banyak peristiwa besar, menyaksikan pergulatan politik jatuhnya suatu rezim, sampai lahirnya pemimpin dengan gaya baru yang cukup kontroversial. Banyak dari generasi ini beranggapan bahwa mereka merupakan “survivor” dan sudah mengalami banyak hal. Tidak ada yang “terlalu” baru dari pemilu kali ini. Fokus mereka adalah pada kesejahteraan mereka di hari tua. “Siapapun presidennya, hidup berlanjut. Yang penting bisa lebih baik saja.” Di sisi lain ada generasi ini yang menjadi lebih kritis, karena pembelajaran atau pengalaman sebelumnya. Mereka mengarahkan atau memberikan pandangan kepada generasi yang lebih muda dalam memilih calon presiden yang tepat.
Pada pemilu 2024 ini banyak voters atau pemilih merupakan generasi millenial dan Generasi Z. Berdasarkan hasil sensus penduduk 2020, generasi milenial dan Z mencapai 53,81% dari jumlah penduduk (BPS, 2020). Bijakmemilih.id bahkan mengungkap bahwa orang muda saat ini mencapai 55% atau sekitar 107 juta penduduk. Sebagai generasi muda dan generasi penerus bangsa apakah mereka siap menghadapi Pemilu 2024? Generasi muda saat ini pada dasarnya sudah mendapatkan kemudahan untuk mendapatkan informasi. Perkembangan teknologi informasi memungkinkan mereka untuk mencari informasi secara real-time. Tetapi apakah mereka memang menggunakan teknologi untuk mencari informasi mengenai pemilu.
Penulis melakukan wawancara dengan tujuh orang generasi Z dan milenial untuk mengetahui sikap mereka terhadap Pemilu 2024 dan apakah mereka mencari informasi mengenai calon kandidat Pemilu 2024. Hasil wawancara ini memang tidak memberikan gambaran secara keseluruhan dan tidak dapat mewakili populasi yang ada. Berdasarkan hasil wawancara diidentifikasi bahwa mereka mengetahui akan ada Pemilu 2024 dan sudah “ngeh” beberapa calon yang ada, tetapi tidak terlalu memikirkan siapa yang mau mereka pilih. Lima dari tujuh orang bahkan tidak tahu apa yang perlu menjadi perhatian di Indonesia. Mereka beranggapan bahwa saat mereka tidak terlalu memikirkan mengenai pemilu maupun siapa yang akan menjadi Presiden. Mereka lebih fokus pada kegiatan sehari-hari mereka. Pada saat berkumpul dengan teman, topik politik atau pemilu juga sangat jarang diperbincangkan. Biasanya mereka mendengar dari orang yang lebih tua, seperti orang tua, dosen, atau bila ada topik mata kuliah yang memang membahas mengenai hal tersebut.
Saat ini cukup banyak yang memprihatinkan sikap ataupun persepsi generasi muda dalam menghadapi pemilu. Mereka cenderung sibuk dengan aktivitas sehari-hari. Suryaningtyas (2022) dari Litbang Kompas mengungkapkan bahwa karakteristik generasi muda dengan segala permasalahannya dapat mempengaruhi bagaimana sikap generasi ini sebagai pemilih. Mereka merupakan generasi instan, yang hidup di jaman serba cepat dan serba canggih. Masih sulit bagi mereka untuk menghargai pentingnya proses atau pencarian informasi yang mendalam.
Dari interaksi dengan generasi Z, dapat diidentifikasi bahwa mereka juga cenderung kurang berpikir kritis. Aturan yang dipakai biasanya berdasarkan pengalaman saja. Sumber informasi utama pada generasi muda saat ini adalah media sosial. Permasalahan di media sosial saat ini juga cukup kompleks, mulai dari deception behavior (perilaku menipu), penyebaran hoax, reframing pemberitaan, dan lain sebagainya. Generasi saat ini juga lebih berjuang untuk mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik, hidup lebih nyaman dan bisa memiliki keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan mereka. Bisa jadi, karakteristik ini yang kemudian membuat mereka cenderung kurang mendalami pentingnya pemilu bagi masa depan bangsa.
Alasan lain generasi muda tidak memilih adalah kebiasaan. Untuk generasi muda atau pemilih pertama, memilih dan memahami siapa pilihan mereka belumlah menjadi kebiasaan. Seiring berjalannya waktu bisa saja mereka lebih memikirkan masa depan dan berubah dari habitual non voters menjadi habitual voters. Hanya saja untuk menjadi habitual voters mereka harus banyak terlibat mencari informasi. Saat ini sudah ada bijakmemilih.id yang juga berusaha mendidik dan mengajak generasi muda mengenali pilihan mereka. Media sosial memang menjadi menjadi alat bantu untuk memberikan informasi yang tepat bagi generasi muda saat ini. Memang harus ada kesadaran bahwa berpartisipasi dalam pemilu adalah bukan hak, namun juga partisipasi sebagai warganegara yang menginginkan kondisi yang lebih baik bagi bangsanya.
Penulis:
Clara Moningka
Prodi Psikologi – Universitas Pembangunan Jaya
Referensi
- Suryaningtyas,T. 2022. Analisis Litbang “Kompas”: Mengenali Pilihan Generasi Milenial dan Centenial di Pemilu. Diunduh dari https://www.kompas.id/baca/riset/2022/07/04/analisis-litbang-kompas-mengenali-pilihan-generasi-milenial-dan-centenial-di-pemilu.
- Symond, A. 2020. Why Don’t Young People Vote, and What Can Be Done About It?https://www.nytimes.com/2020/10/08/upshot/youth-voting-2020-election.html