Kita sudah memasuki bulan kedua di tahun 2023. Apakah Anda membuat resolusi untuk tahun ini? Menjalani hari-hari di awal tahun lazim diiringi ‘resolusi tahun baru’ serta keinginan yang ingin dicapai, tetapi tidak jarang ketika semua sudah di ‘rangkai’ sedemikian rupa terdapat kejadian atau faktor eksternal yang seolah-olah menggugurkan semua niat yang dimiliki.
Penggunaan media sosial menjadi salah satu faktor eksternal yang dapat menghambat diri kita sendiri. Pengguna media sosial seringkali memandang orang lain lebih sukses dibandingkan dirinya sendiri dan bahagia karena telah berhasil mencapai sesuatu. Pandangan tersebut tentu mengakibatkan beberapa orang merasa tidak optimis dengan apa yang ia telah jalani saat ini. Hal tersebut memicu emosi negatif seperti perasaan inferior, kurang diistimewakan, dan tidak bersyukur (ungrateful) ketika melihat kehidupan yang dimiliki orang lain.
Merasa pesimis ketika melihat orang lain menimbulkan pertanyaan yang meragukan kemampuan diri misalnya, “Kira-kira bisa gak ya?”, “Aduh dia bilang susah, apa aku ga usah jalanin ya?”. Tidak jarang kita pun tetap merasa tidak puas meskipun telah mencapai suatu keinginan.
Pikiran tersebut tentu merugikan dan menghambat self-development yang diinginkan. Pikiran pesimis menyebabkan kecemasan yang mengakibatkan individu khawatir dan takut dalam menjalani masa yang akan datang sehingga membatasi diri mereka karena takut akan kegagalan . Hilangnya motivasi tentu menganggu semua usaha yang dilakukan untuk mencapai target dan keinginan yang dimiliki. Jika seperti itu apa yang harus dilakukan?
Ketika permasalahan datang, optimis dan yakin bahwa hal tersebut merupakan ‘blessing in disguise’. Hidup ini berombak agar seseorang menjadi kuat dan lebih baik dari sebelumnya, Anda harus yakin bahwa di balik semua cobaan ini terdapat hikmah yang dapat dipetik. Memandang sesuatu secara optimis juga diperlukan sehingga menjadi lebih positif dan menerima apa yang terjadi apabila target serta keinginan yang diperoleh tidak sesuai ekspetasi. Rendah diri dan memahami potensi yang kita miliki sangat penting, mengetahui kekurangan yang dimiliki bukanlah sebuah tanda kelemahan namun perasaan inferior dapat dijadikan motivasi.
Terakhir, selalu merasa bersyukur dengan apa yang dimiliki sangat penting. Dengan demikian ketika berhasil mencapai sesuatu kita tidak mengeluh atau merasa kurang. Perasaan bersyukur justru akan membuat kita untuk lebih mengapresiasi dan menghargai semua kerja keras yang telah kita miliki tanpa memikirkan bagaimana orang lain menilainya.
Individu yang merasa bersyukur cenderung lebih bahagia karena memandang sesuatu secara positif, puas terhadap kehidupannya, apresiatif, dan tingkat stress yang rendah. Mari bangun optimisme dan rasa syukur dalam mencapai resolusi pada tahun ini!
Tim Penulis
Clara Moningka & Annisa Windi Soeawastika
Prodi Psikologi – Universitas Pembangunan Jaya
Daftar Referensi:
- Chou, H. T. G., & Edge, N. (2012). “They are happier and having better lives than i am”: the impact of using facebook on perceptions of others’ lives. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 15(2), 117–121. https://doi.org/10.1089/cyber.2011.0324
- Emmons, R. A., McCullough, M. E., & Tsang, J. A. (2002). The grateful disposition: a conceptual and empirical topography. Journal of Personality and Social Psychology, 82(1), 112–127. https://doi.org/10.1037/0022-3514.82.1.112
- (2022). Social media and identity formation – the influence of self-presentation and social comparison. Mind and Society, 11. https://doi.org/10.56011/mind-mri-112-202216
- Lonczak, H. S. (2021). Pessimism vs. optimism: how mindset impacts wellbeing. Positive Psychology. https://positivepsychology.com/pessimism-vs-optimism/
- Moningka, C. (2016). Blessing in disguise. http://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/127-blessing-in-disguise
- Moningka, C., & Midori, L. (2019). Gemuk Momok bagi Perempuan? Tinjauan dari Teori Adler . http://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/355-inferiority-feeling