Setiap individu yang menjalani kehidupan pernikahan mengharapkan kehidupan rumah tangga yang bahagia dan memuaskan. Oleh karena itu, individu terhadap pasangannya perlu mengembangkan kemampuan bekerja sama, berkomitmen, serta berkomunikasi untuk mencapai kepuasan pernikahan (Larasati, 2012). Kepuasan pernikahan didefinisikan oleh Naawaz, Javeed, Haneef, Tasaur, dan Khalid (2014) sebagai suatu perasaan senang terhadap sesuatu, yaitu pernikahan. Fenomena kepuasan pernikahan telah banyak diteliti. Blood dan Wolfe (dalam Ardhianita dan Andayani, 2005) menyatakan bahwa kepuasan pernikahan dapat terus menurun sampai usia pernikahan mencapai 30 tahun. Pernikahan yang dijalani akan terasa “ kering” bila individu tidak merasakan kepuasan dalam dirinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan di antaranya interaksi individu dengan pasangannya yang saling terbuka dan positif agar konflik yang timbul bukan menjadi hal yang sulit untuk diselesaikan. Interaksi antar individu tidak terjalin dengan baik ketika pasangan tidak saling jujur satu sama lain, ketika ada masalah tidak langsung dikomunikasikan dengan pasangannya sehingga membuat pasangan tidak berhasil mencari solusi dari masalah tersebut. Tentunya hal ini berakibat pada komunikasi yang buruk antar kedua pasangan.
Keterampilan dalam berkomunikasi memberikan kontribusi vital dalam kepuasan pernikahan. Kemampuan berekspresi secara verbal maupun fisik antar pasangan dalam mengungkapkan perasaan kepada pasangan dapat menumbuhkan kepuasan pernikahan (Story, 2015). Komunikasi sering dianggap sepele oleh masing-masing individu. Mereka sering merasa sudah menjalani komunikasi yang baik namun belum tentu tercapai. Kemampuan dalam mengungkapkan perasaan oleh wanita dan laki-laki bisa saja berbeda sehingga menimbulkan ketidakpahaman satu sama lain sehingga mempengaruhi kepuasan pernikahan. Hal ini yang perlu dibangun oleh antar individu setiap komunikasi yang terjalin dapat mencapai tujuannya dengan baik. Seperti halnya keterbukaan yang telah disebutkan di atas, bisa saja salah satu individu enggan untuk mengungkapkan perasaannya atau masalah yang terjadi karena tidak mendapatkan respons yang diharapkan. Maka, dapat dilihat betapa pentingnya komunikasi yang dibangun antar individu dalam sebuah pernikahan.
Kemudian, kepuasan pernikahan wanita meningkat dengan pembagian tugas yang adil, contohnya suami yang membantu pekerjaan rumah tangga. Hal ini dirasa penting bagi wanita yang juga memiliki kewajiban dalam mengasuh anak. Berbagi tugas pekerjaan rumah tangga dengan suami merupakan hal yang sangat membantu bagi wanita. Tidak hanya dalam pekerjaan rumah tangga saja, namun dalam membesarkan anak juga menjadi hal yang penting. Menerapkan pola asuh yang tepat, mendukung cita-cita anak serta perencanaan masa depan bagi anak merupakan tugas bagi kedua pasangan.
Faktor tersebut sangat penting dalam meningkatkan kepuasan pernikahan individu dengan pasangannya agar pernikahan yang dijalaninya dapat bertahan dan berjalan dengan baik. Individu yang menjalani pernikahan diharapkan mempunyai kesadaran bahwa pernikahan merupakan proses pembelajaran yang panjang. Kepuasan pernikahan semestinya menjadi tujuan dalam sebuah pernikahan agar individu dapat mencapai kebahagiaannya.
Tim Penulis:
Neisya Laras Citra, Adriatik Ivanti, M.Psi., Psikolog dan Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo M.A., M.Psi., Psikolog
Program Studi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya
Daftar Referensi :
- Ardhianita, A., & Andayani, B. (2005). Kepuasan pernikahan ditinjau dari berpacaran dan tidak berpacaran. Jurnal Psikologi, 32(2), 101-111.
- Larasati, A. (2012) Kepuasan perkawinan pada istri ditinjau dari keterlibatan suami dalam menghadapi tuntutan ekonomi dan pembagian peran dalam rumah tangga. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, 1(3), 1-6.
- Naawaz, S., Javeed, S., Haneef, A., Tasaur, B., & Khalid, I (2014). Perceived social support and marital satisfaction among love and arranged marriage couples. International Journal of Academic Research and Reflection, 2(2), 41-50.
- Story, C. A. (2015). The relationship between marital commitment, spiritual well-being, and satisfaction in marriage. Sam Houston State University